Ponorogo, Lesbumi ( Lembaga Seniman Budayawan Muslim Indonesia) NU Ponorogo kerjasama dengan LSB Muhammadiyah Ponorogo, MUI, perpustakaan daerah dan komunitas seni budaya Ponorogo menggelar agenda sarasehan budaya dengan tema Reyog santri : Antara konsep dan Implementasi.
Kegiatan yang digelar di Planet Warrock resto and meeting room Ahad ( 26/5), menghadirkan sejumlah pembicara yaitu Prof (assoc) Alip Sugianto dari LSB Muhammadiyah, Ki jenggo Ketua Lesbumi PCNU, Wisnu HP Ketua Dewan Kesenian ponorogo, Rido kurnianto MUI Ponorogo, Dan Frengky Nur AP ( Aksamala). Dalam sarasehan tersebut juga hadir dari pihak terkait, praktisi seni pengamat pemerhati seni di Ponorogo.
Dijelaskan oleh Alip kegiatan ini harapannya bisa membedah serta membicarakan konsep dan praktek dalam berkesenian Reyog sebagaimana dalam sejarah adanya istilah Reyog santri. Sehingga dalam filosofis maupun praktek budaya kedepan bisa terus diperjuangkan agar kedepan jadi kebanggan yang terus lestari.
Dalam paparannya Frengky Nur AP menjabarkan dalam warga Ponorogo aktifasi yang bisa dirasakan oleh masyarakat Ponorogo punya 2 brand yaitu Reyog maupun santri. Sehingga Reyog santri bisa mengkoneksikan dua hal yang ditawarkan ke masyarakat untuk membandingkan sekaligus solusi untuk pencerahan. Dirinya berharap ini juga bagian cara alternatif menghidupkan seni sebagai ekosistem.
Rido Kurnianto dari MUI Ponorogo menjelaskan keberadaan varian dari reog santri. Reyog santri yang tidak lepas dari pesantren yang tumbuh kembang dan tak terpisahkan sehingga harus diapresiasi. Bagaimana pengembangan dengan berbagai varian Reyog yang tumbuh kembang sudah diteliti sedemikian rupa oleh nya sehingga mampu memberi warna dalam perkembangan Reyog hingga saat ini.
Sementara dari Lesbumi ki Jenggo menjabarkan komitmen NU dalam pelestarian dan pengembangan Reyog selalu diusahakan
Baik program santri berbudaya. Dirinya juga mengapresiasi pemerintah Ponorogo yang sudah memberikan ruang waktu dalam pengembangan berkebudayaan.
" Angin keterbukaan sudah terbuka dengan pengembangan dan penjabaran Reyog santri yaitu diantara jatil berjilbab sudah menjadi icon. Yang santri adalah pelaku kesenian Reyog. Mencerminkan akhlaq santri." ungkapnya.
Wisnu HP yang hadir sebagai ketua dewan kesenian Ponorogo mengajak untuk berkesenian Reyog terus belajar dan berjalan untuk pengembangan budaya. "Bagaimana kultur dan budaya tumbuh berkembang. Praktisi dan akademisi harus saling melengkapi. Baik literasi narasi secara ilmiah sehingga bisa terbangun dengan menge temukan titik temu. Siapapun kita melihat bahwa budaya reyog adalah terus dikembangkan. " jelasnya.
Sementara Alip Sugianto dari LSB Muhammadiyah Ponorogo, mencermati keberadaan asal budaya reyog yang punya sudut pandang reyog bantarangin dan obyog atau Suryo Alam. Dari cerita sudah bertolak belakang. Ini menunjukan khasanah dalam berkesenian dari aspek teks sangat luas dimaknai. Dirinya juga memandang adanya istilah reyog santri adalah pengembangan yang di bawa oleh Batoro Katong.
" Berkembangnya Islam khususnya di Ponorogo dan banyak wilayah adalah dari jalur pernikahan dan kesenian. Hal ini harus di makai bahwa berkesenian khususnya Reyog yang sangat kultural di Ponorogo tidak lepas dari tumbuh kembang agama Islam. Sehingga sinergitas antara keduanya bisa jadi menjadikan Reyog dan islam dalam hal ini santri tidak terpisah " Pungkasnya
Posting Komentar