Dilema Sumbangan Wali Siswa, Masalah Yang Tiada Ujung


PONOROGO,SW_ Sorotan adanya iuran  sumbangan sukarela infaq, amal dan istilah apapun yang berujung pada pembayaran wali siswa ke sekolah mendapat sorotan tajam para nitizen. Sebagian besar komentar mereka di dunia maya menilai bahwa hal tersebut adalah pungli dan dilakukan oleh semua sekolah. Disebut sukarela, tetapi ketika tidak dibayar dalam jumlah dan waktu tertentu tetap ditagih  dan ada konsekwensi beban yang ditanggung. 

Adanya kasus yang terangkat hanya karena permainan yang terlalu mencolok ceroboh atau kurang rapi sehingga potongan bukti serta nominal nya bocor ke publik. 

Angka sekitar 1,5 hingga 2 juta menjadi nilai wajib disiapkan oleh wali siswa hampir di semua sekolah negeri per tahun khususnyadi wilayah kota menjadi pundi pemasukan yang dikelola sekolah dengan leluasa. 

Diyakini dilaksanakan dengan amanah terjaga dari niatan jahat. Dan sebenar benarnya untuk kebutuhan sekolah juga siswa. Angka angka yang disembunyikan dengan rapi dan pertanggungjawabannya cukup di komite sebagai wakil wali siswa ala kadarnya. 

Jika siswa ingin nyaman tidak bolak balik di panggil pihak guru wali kelas atau keuangan harus segera dilunasi. 

Argumen ditata sedemikian rupa. Apakah anak tidak butuh biaya jika ingin pandai. Ini nilai yang disepakati bersama. Seakan semua legal tanpa ada masalah. 

Muh. Fajar Pramono Ketua Dewan Pendidikan Ponorogo menilai memang masih ada debatable istilah sumbangan sukarela yang ujung ujungnya tetap mematok tarip untuk per siswa. 

Disisi lain sekolah teriak karena ada beban besar yang ditanggung dengan kondisi keuangan negara masuk ke sekolah sangat terbatas. Disisi lain ada aturan tegas dari pemerintah bahwa pendidikan adalah tugas negara yang harus dibebaskan dari pungutan. 

Muh Fajar Pramono menyebut adanya masalah, protes,gumaman para wali, gejolak akan terus berulang jika pemerintah tidak mengambil peran. 

" Aturan memang memungkinkan adanya partisipasi wali murid ikut membantu pengembangan pendidikan dengan catatan dibicarakan dengan wali siswa dan tidak mengikat" jelasnya. 

Muh. Fajar Pramono yang juga dosen UNIDA Gontor mengakui keuangan negara memang masih belum memungkinkan mencukupi. Khususnya pada kegiatan kreatifitas, juga adanya kekurang guru yang diambilkan dari honorer sehingga butuh dana untuk dicukupi. 

" Dinas pendidikan, Dewan pendidikan , komisi D DPRD Ponorogo bersama instansi pendidikan, duduk bersama, dibuka semua berapa yang diterima dari negara dan apa yang harus di bebankan kepada wali murid. Sehingga keputusan iuran yang dibebankan ke siswa bisa transpaean" ungkapnya.

Dirinya mengakui memang banyak giat yang tidak bisa disuport dari dana pemerintah. Baik kegiatan ekstra, even even kemeriahan di sekolah, terlebih misalnya ada giat kemeriahan grebeg suro. 

Farida Nuraini,S.Sos,MM Sekretaris Dinas Pendidikan Ponorogo membernarkan bahwa ada sumbangan dari wali siswa di setiap sekolah ini didasarkan dari progrma yang akan dilaksanakan dan jumlahnya sudah di sepakati.

Hal ini karena banyak agenda sekolah maupun hal lain termasuk insentif guru honorer yang tidak bisa disuport oleh BOS maupun suntikan dana dari pemerintah lainnya. 

Pertanggungjawaban juga dilaksanakan kepada komite pada setiap akhir tahun berbarengan dengan program tahun berikutnya serta sumbangan selanjutnya yang akan dikenakan kepada siswa. 

"Keputusan besaran sumbangan wali siswa dan program, semua diserahkan ke sekolah dan dilaksanakan dengan pertanggungjawaban ke komite sekolah" jelasnya. (Jun/red) 

0/Post a Comment/Comments

Dibaca :